Hakikat Taqwa


 Taqwa merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh yang dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut terhadap murka dan azab-Nya dab selalu berharap atas limpahan karunia dan maghfiroh-Nya. Taqwa mencegah diri dari Azab Allah dengan berbuat amal shalih dan takut kepada-Nya dikala sepi ataupun terang-terangan




Balasan bagi orang yang bertaqwa :

 > Diberikan furqon dan diampuni dosanya (Q.S. 8:29)
 > Diberikan rahmat dan cahaya hidayah dari Allah SWT (Q.S.57:28)
 > Dimudahkan oleh Allah segala urusan (Q.S.65:4)
 > Diberikan jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (Q.S.65:2-3)
 > Ditutupi kesalahan-kesalahan dan dilipatgandakan pahala baginya oleh Allah SWT (Q.S.65:5)
 > Mendapatkan berkah dari Allah SWT (Q.S.7:96)

Jalan Menuju Taqwa :


1. Mu'ahadah (mengingat perjanjian) Q.S.16.9

    Hendaklah seorang mukmin berkhalwat (menyendiri) untuk menginstropeksi diri, hanya antara dia dengan Allah SWT. Ingatlah bahwa setiap hari kita berjanji dengan Allah minimal 17x dalam shalat, ''iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in''

2. Muraqabatullah (merasakan kesertaan Allah SWT) Q.S.26:218-219
    Merasakan keagungan Allah SWT disetiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya dikala sepi maupun ramai.
       Sebelum memulai suatu pekerjaan dan disaat mengerjakannya, hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya, apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi dan mencari popularitas atau karena dorongan ridha Allah SWT dan menghendaki pahala-Nya
Macam-macam Muraqabatullah :

> Muraqabatullah dalam melaksanakan ketaatan (Ikhlas)
> Muraqabatullah dalam kemaksiatan (Taubat,Penyesalan,dan Meninggalkannya)
> Muraqabatullah dalam hal mubah (menjaga adab-adab terhadap Allah SWT dan bersyukur atas nikmatnya
> Muraqabatullah dalam musibah (ridha kepada ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran)

3. Muhasabah (Instropeksi diri) Q.S.59.18
    Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan : Apakah tujuan amalannya untuk mendapatkan ridha Allah SWT, atau apakah amalannya dirembesi sifat ??? Apakah ia sudah memenuhi hak Allah SWT dan hak manusia ???

4. Mu'aqabah (Pemberian Sanksi) Q.S.2:179
    Jika seorang mukmin berbuat kesalahan maka tak pantas untuk membiarkannya, sebab akan mempermudah terselanggarannya kesalahan yang lain akan sulit meninggalkannya. Karena jika seorang melakukan maksiat akan diikuti dengan maksiat lainnya. Perkataan Ibnul Qoyyim Al Jauziyah: Pada dasarnya manusia yang sudah terperangkap dalam kemaksiatan akan merasa sulit untuk keluar dan melepaskan diri darinya sebahaimana diucapkan oleh ulama salaf:
''Diantara dampak negatif maksiat adalah menimbulkan maksiat yang lain. Sedangkan pengaruh kebaikan adalah mendatangkan kebaikan berikutnya. Maka jika seorang hamba melakukan suatu kebaikan, kebaikan yang lainnya akan meminta untuk dilakukan, begitu seterusnya hingga hampa tersebut memperoleh keuntungan yang berlipat ganda dan kebaikan yang tiada sedikit. Begitu pula hal nya kemaksiatan. Dengan demikian, ketaatan dan kemaksiatan merupakan sifat yang kokoh dan kuat serta menjadi kebiasaan yang teguh pada diri sang pelaku''. 
 Sanksi ini harus dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan yang haram atau mencelakakan(Q.S.2:195; 4:29)

5. Mujahadah (Optimalisasi) Q.S.29:69
    Apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal amal sunah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya untuk melakukan amal amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.

 Contoh Contoh Orang Yang Bertaqwa :

 > Seseorang yang masuk agama islam, maka dia akan menjaga dirinya dari kekufuran
 > Seseorang yang percaya dan beriman kepada Rasul, maka ia akan menjaga dirinya dari mendustai Rasulullah
 > Orang yang ikhlas maka ia akan menjaga dirinya dari riya (pamer)
 > Orang yang bertaubat maka ia akan menjaga dirinya dari dosa-dosa
 > Seseorang yang mengerjakan apa yang diperintahkan seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain lain maka ia akan menjaga dirinya untuk tidak meninggalkannya

  Barang siapa yang mampu meninggalkan perbuatan tercela dan mengerjaka perbuatan terpuji, sehingga ia terbiasa dalam melakukannya, maka perbuatan terpuji itu akan melindunginya dari perbuatan tercela yang dapat membahayakan dirinya dan agamanya. Orang seperti ini dikatakan memiliki keimanan yang sempurna. Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat Islam berada di bawah ketaqwaan kepada Allah SWT. Karena tujuan melaksanakan syariat adalah menjadikan orang yang bertaqwa. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang bertaqwa.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Hakikat Taqwa"

Posting Komentar